Di tengah gemerlap kota yang kian berkembang, budaya nongkrong di pinggir jalan masih jadi pilihan favorit anak-anak muda di Kota Metro. Terutama di sekitar pusat kota—mulai dari Taman Merdeka hingga trotoar depan Lapangan Samber—malam hari berubah menjadi ruang sosial yang hidup.
Berbekal kopi, motor, obrolan receh, dan kadang gitar akustik, para muda-mudi Metro menjadikan trotoar dan pinggir jalan sebagai “kafe gratis” yang tak pernah sepi, terutama di malam Jumat dan Sabtu.
“Udah biasa sih, nongkrong di pinggir jalan dari zaman SMA. Di sini lebih santai, bisa ketemu siapa aja. Malah kadang ketemu gebetan lama, haha,” kata Dito Nugroho (23), salah satu anggota komunitas motor Street Bros Metro.
Dito dan teman-temannya biasa memarkir motornya berjejer rapi, lalu duduk di atas trotoar sambil menyeruput kopi saset dari warung kaki lima.
Para pedagang pun kebagian rezeki dari tradisi nongkrong ini. Salah satunya adalah Bu Wati (45), pemilik gerobak kopi keliling yang sudah 5 tahun mangkal di sekitar Jalan Jenderal Sudirman.
“Kalau malam begini ramai terus, apalagi malam Minggu. Anak-anak nongkrong beli kopi, gorengan, kadang minta tambah air panas. Ya saya layani aja, yang penting mereka betah,” ujar Bu Wati sambil tertawa kecil.
Tak hanya komunitas motor, pasangan muda juga tampak menikmati suasana. Duduk berdampingan di bangku taman atau sekadar di pinggiran jalan sambil berbagi minuman, suasana jadi terasa lebih romantis meski sederhana.
“Aku sama pacarku suka banget nongkrong di sini. Nggak harus mahal yang penting bisa ngobrol, nikmati suasana. Kadang beli kopi dua ribuan terus duduk aja berjam-jam,” cerita Rani Marlina (21) yang sedang duduk santai bersama pasangannya di bawah lampu jalan.
Menariknya, budaya ini bukan sekadar tentang kumpul-kumpul. Nongkrong di pinggir jalan menjadi wadah interaksi lintas komunitas: anak motor, pelajar, pedagang, bahkan musisi jalanan.
“Nongkrong di sini itu bukan cuma buang waktu. Dari sini kita dapat ide, bisa diskusi, kadang ngobrol soal usaha bareng,” tambah Dito, sambil menunjuk temannya yang sedang main gitar di ujung trotoar.
Pemerintah Kota Metro sebenarnya sudah beberapa kali menggagas zona khusus untuk ruang berkumpul anak muda, namun daya tarik pinggir jalan tetap sulit ditandingi—murah, bebas, dan terasa lebih ‘hidup’.
Malam-malam di Metro bukan hanya tentang lampu kota atau suara kendaraan. Tapi juga tentang tawa renyah anak muda, aroma kopi hangat, dan persahabatan yang sederhana—semua diracik di pinggir jalan. (Dedi)*