Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri telah menangkap 59 tersangka militan yang dicurigai berencana mengganggu pemilu mendatang, kata juru bicara unit kontraterorisme itu, Kombes Aswin Siregar.
Sembilan belas dari mereka yang ditangkap berasal dari jaringan Jemaah Islamiah (JI), yang memiliki hubungan dengan al-Qaida, sementara 40 tersangka lainnya berasal dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang telah berjanji setia kepada ISIS.
Aswin mengatakan militan JAD diduga merencanakan serangan untuk mengganggu pemilihan presiden dan legislatif pada 14 Februari. “Bagi mereka pemilu tidak bermoral dan bertentangan dengan syariat Islam,” kata Aswin dalam konferensi pers.
“Mereka berencana menyerang fasilitas-fasilitas kepolisian. Ini berkaitan dengan tujuan utama mereka yaitu membatalkan pemilu,” tambahnya tanpa merinci lebih lanjut dugaan rencana tersebut.
Para tersangka ditahan dalam operasi dari 2 Oktober hingga 28 Oktober dan polisi juga menyita sejumlah senjata dan bahan kimia untuk membuat bom, kata Aswin.
Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan menghadapi serangkaian serangan militan pada tahun-tahun setelah serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat, termasuk pengeboman di pulau Bali pada tahun 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang, banyak di antaranya adalah wisatawan Australia. Aksi pengeboman di Bali itu diyakini didalangi oleh JI.
Namun, para analis keamanan mengatakan ancaman militan telah berkurang secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar karena keberhasilan operasi pasukan keamanan.
Aswin juga memperingatkan bahwa protes pro-Palestina dan penggalangan dana sejak kekerasan baru-baru ini di Timur Tengah dapat memicu kemarahan dan memicu serangan militan. “Ini membangkitkan semangat untuk melakukan aksi teroris,” katanya. (ca)