Kanalberita.id,Jakarta—Ganjar memberikan nilai 5 dari skala penilaian 1 hingga 10, hal ini disampaikan dalam acara sarasehan nasional IKA UNM, Sabtu (18/11) di Makassar.
“Dengan adanya kasus di MK nilainya jeblok. Karena dengan kejadian itu, persepsi publik hari ini jadi berbeda, yang kemarin kelihatan tegas, hari ini dengan kejadian-kejadian terakhir jadi tidak demikian. Maka, nilainya jeblok,” ujar Ganjar (18/11).
Penegakan hukum di Indonesia, menurut Ganjar, menimbulkan kemarahan dan kecemasan serta kegelisahan yang saat ini dirasakan oleh masyarakat.
“Saya kira itu jadi peringatan dalam konteks menjaga hukum agar berjalan lebih baik, lebih parsial dan kemudian hadir untuk semua dan itu sesuatu yang penting,” ungkapnya.
Hal ini mendapat tanggapan dari Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy, yang tidak sependapat dengan penilaian Ganjar soal penegakan hukum saat ini.
“Indikator yang dipakai oleh pak Ganjar ini apa?, saat ini ada konsep Restorative Justice yang dirasakan oleh manfaatnya masyarakat menengah kebawah. reformasi hukum dibidang ekonomi lewat UU Cipta Kerja, dan UU lainnya yang menggunakan metode Omnibus,” jelas Juhaidy.
Juhaidy menambahkan, dalam konsep negara modern, kebijakan ekonomi sangat penting, karena dunia usaha menjadi poin, pergeseran perspektif kekuasaan yang saat ini menjadikan Dunia Usaha adalah sumber kehidupan dan pilar ketiga (the third branch of power) dalam sistem kenegaraan zaman modern atau pasca modern dewasa ini.
“Sekitar 250an juta warga negara menggantungkan hidupnya dari dunia kerja swasta dan dunia usaha. Kebijakan ekonomi ini sangat penting, penegakan hukum saat ini lebih luasa dari itu, masa gara-gara MK yang dinilai secara subjektif, terus mengenalisir wajah hukum Indonesia,” kata Juhaidy.
Selain itu, perkembangan negara hukum cukup pesat dengan berbagai terobosan yang dilakukan oleh Pemerintah saat ini, hanya saja perlu adanya penyempurnaan untuk hal-hal yang masih kurang. “Semangat negara hukum dan tegakkan konstitusi harus tetap ada dan hidup ditengah-tengah masyarakat,” jelas Juhaidy.
“Soal Mahkamah Konstitusi itu independen dilingkungan Yudikatif, tidak ada hubungan dengan Presiden. Meski ada Putusan MKMK perihal Anwar Usman, secara konseptual MK mengadili norma dalam UU yang berlaku untuk semua orang bukan hanya satu pihak saja. Conflict of interest dalam konteks peradilan MA itu lebih pas, kalau di MK harus diteliti betul,” tegas Juhaidy.